Selalu berusaha membahagiakan kedua orang tua...

Memasuki tahun kedua menjadi real anak rantau. Berat? Ringan? Dua duanya pasti dirasakan.
Saat kuliah dulu, merantaunya hanya sekitar 50 km (jarak kampus - rumah), walau dekat tapi jarang pulang ke rumah. Apalagi saat ini yang merantaunya ratusan kilometer dari rumah, malah semakin jarang pulang. Bukan tanpa alasan kenapa jarang pulang, selain karena adanya kegiatan yang masih dilakukan, juga karena orang tua yang meminta jangan terlalu sering pulang. Abah Ibuk selalu khawatir saat anaknya ini sedang dalam perjalanan. Alhasil, saat kuliah pulang ke rumah saat libur panjang, yang kemungkinan terjadinya hanya 2 atau 3 bulan sekali dan itu berlangsung selama 4,5 tahun menjadi mahasiswa. 
Eits, jangan berfikiran kalau jarang pulang jarang komunikasi dengan keluarga loh yah. Komunikasi selalu terjalin baik dengan keluarga di rumah. Terkadang saya menelpon duluan, bahkan orang tua juga selalu sering menelpon. Apalagi kalau anaknya ini udah terlalu lama gak minta kiriman uang (saat kuliah) , pasti bakal langsung ditelpon. Hehehe. Bertukar kabar saat telpon sudah menjadi kewajiban, menyampaikan kondisi di kosan dalam keadaan baik-baik saja, Solat 5 waktunya ontime apa nggak, Ngaji Al Quran sampai juz berapa, masih rutin puasa senin kamis atau bolong senin kamisnya, cerita makan pakai lauk telur dan tempe (bukan karena menghemat tapi karena memang mudah didapatkan). Yah hal - hal semacam itu yang menjadi perbincangan saat telfonan dengan orang tua, bahkan hingga saat ini. Banyak pesan yang disampaikan baik saat di rumah maupun ketika telfonan. Kalau dulu saat kuliah wejangannya "Jangan pacaran dulu, hati-hati kalau dekat dengan perempuan. Abah Ibuk nggak pernah mengajarkan anak-anaknya untuk pacaran. Bersenda gurau dengan teman wanitanya jangan berlebihan, biasa-biasa aja. Sekarang bukan waktunya untuk pacaran. Fokus belajar dulu. Nanti pasti dapat jodoh yang terbaik" dan ketika mendengar pesan tersebut, jawaban saya pun selalu sama "Nggeh Bah, Nggeh Buk. InsyaAllah selalu ingat pesan Abah Ibuk". Hal itu lah yang membuat saya mengambil keputusan untuk tidak berpacaran. Walau kesempatan selalu ada, tapi Alhamdulillah tidak sampai terjadi.
Tak lupa selalu mengingatkan untuk meningkatkan ibadah sunnahnya. "Mumpung masih muda, Dhuha dan Tahajud harus diistiqomahkan. Jangan kayak Abah Ibuk yang baru usia segini baru mulai istiqomah" dan jawaban saya pun "Nggeh Bah Nggeh Buk. Minta doanya". Alhamdulillah semenjak kuliah sudah memulai mengistiqomahkan Dhuha. Saat pagi datang kepagian, menyempatkan ke mushollah. Saat tidak ada jam kuliah di waktu dhuha juga menyempatkan. Alhamdulillah terbawa hingga saat ini. Dan semoga selalu istiqomah kedepannya. Kalau Tahajud ini yang agak susah. Saat kuliah jarang sekali bisa tahajud. Yah ketika sudah bisa rutin beberapa hari, eh bolong lagi lama. Rutin lagi. Bolong lagi. Dan begitulah terulang terus menerus. Tahun 2017 kemarin alhamdulillah bisa rutin tahajud. Seminggu minimal 4 hari selalu tahajud. Tapi menjelang akhir tahun sudah bolong lagi. Dan kalau sudah bolong gini. Susah buat istoqomahnya lagi. Dan saat ditanya sama orang tua ketika telfonan pum hanya bisa ketawa meringis malu sambil jawab "nah ini yang susah, setidaknya seminggu sekali masih berhasil untuk tahajud, dan minta doa untuk bisa istiqomah lagi Tahajudnya."
Pesan yang disampaikan orang tua saat ini menjadi prioritas utama sehari-hari. Sebagai anak, tentunya akan selalu mematuhi pesan dari Abah Ibuk dan berusaha selalu membahagiakannya, serta berusaha tidak membuat khawatir beliau. Kebahagiaan apalagi yang ingin dicari sebagai seorang anak selain melihat kedua orang tuanya bahagia.
Teringat suatu waktu saat sedang duduk santai di rumah sambil diskusi tentang tayangan televisi, Abah menyampaikan "Melihat samean 5 waktu di Masjid sekarang ini Abah sudah seneng". Deg, mata langsung berkaca-kaca sambil hati ikut merasa gemetar. Dalam hati berucap " Ya Allah dari dulu kemana saja hamba"
Saya mengakui bukan termasuk anak yang selalu menceritakan segala sesuatunya kepada orang tua. Bukan karena tertutup atau karena masalah privasi. Tapi ingin tidak menambah pikiran orang tua. Cukup hal - hal ringan yang tidak membuat khawatir orang tua. Cerita sekilas tentang kehidupan kampus, urusan kantor, dan minta doa supaya diberi kelancaran segala urusannya. Orang tua juga jarang menyampaikan keinginannya secara langsung kepada anaknya. Karena Abah Ibuk juga tidak ingin membuat anaknya repot. Dan ketika mendengar pernyataan Abah di atas. Hati rasanya penuh penyesalan. Kenapa tidak dari dulu saya istiqomah solat di masjid saat berada di rumah. Saya mengakui, terkadang kalau di rumah sifat malas itu muncul. Tetiba ingin dibangunin shubuh. Padahal adzan shubuh terdengar dan menyadarkan dari tidur. Atau nunggu ditanya sudah sholat dzuhur atau belum, baru bergegas solat dzuhur. Astaghfirullohal'adzim.. Semoga nikmat, karunia dan hidayah Allah selalu terlimpahkan pada hamba dan keluarga. Aamiiin. Alhamdulillah, sifat malas tersebut sudah sedikit hilang. Semoga selalu istiqomah.
Apa yang bisa kita lakukan sebagai anak, maka lakukanlah. Lakukanlah untuk bisa membahagiakan kedua orang tua. Apa yang bisa kita perjuangkan, maka perjuangkanlah untuk bisa mendapatkan Ridho Allah. Karena sejatinya Ridhonya Allah adalah Ridhonya orang tua kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LKMM TM VI FMIPA ITS 2013

perdana

hikmah